Minggu, 18 November 2018

KAMPUNG ADAT URUG


BAB 1

SEJARAH

KAMPUNG ADAT URUG

Berdirinya suatu kampung pasti memiliki sejarah atau cerita yang melatar belakanginya atau cerita dari masyarakat tersebut, termasuk pula Kampung Urug ynag memiliki cerita sejarah yang unik.
Kampung Urug berasal dari kata GURU yang berarti digugu dan ditiru, namun huruf pada awal kalimat dipindahkan posisinya ke belakang, sehingga menjadi URUG. Mengapa dinamakan Kampung Urug? Karena berdasarkan sejarah yang diceritakan oleh kikolot (Ketua adat) Kampung Urug suatu saat nanti akan banyak orang yang akan berkunjung dan belajar di kampung ini. Atas dasar inilah kata Urug diangkat menjadi nama kampung ini. Dalam konteks ini, pendiri kampung (Prabu Siliwangi) yang jauh sebelumnya sudah menetapkan sebuah lahan untuk perkampungan yang menjadi panutan tersebut. Hanya disini terdapat dua perbedaan mengenai maksud dibalik kata guru tersebut, pertama sebagai kamuflase (penyamaran) agar perkampungan subur tersebut tidak diketahui oleh pihak yang tidak diinginkan. Kedua, menurut Abah Ukat, nama “GURU” dibalik menjadi “URUG”, karena suatu saat nanti akan banyak orang berkunjung ke Kampung Urug untuk urusan pendidikan.
Mengenai sejarah atau asal-usul keberadaan kampung adat di Jawa Barat, tidak akan pernah lepas dari Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran (1482-1579) di Bogor. Kampung Adat Urug memang memiliki hubungan yang erat dangan kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran.
Menurut Abah Ukat selaku kikolot Kampung Urug, sejarah Kampung Adat Urug itu bisa dimulai diawal atau di akhir. Jika dari awal, yaitu awal berdirinya Pajajaran Bogor, jika diakhir, tilemna, ngahyang (menghilangnya) Prabu Siliwangi di Bogor sampai muncul di Kampung Adat Urug yang memang sudah direncanakan oleh Prabu Siliwangi sebagai tempat terakhirnya. Sebelum muncul di Kampung Adat Urug, Prabu Siliwangi menghilang dan muncul di beberapa daerah. Berikut ini adalah urutan daerah dimana Prabu Siliwangi menghilang dan muncul mulai dari Pajajaran Bogor à Panyaungan (jalan cagak (bercabang) yang ke arah Pongkor dan Cigudeg) à Parung Sapi (arah Jasinga) à Sajra (Kabupaten Lebak, Banten) à Seuni (kabupaten Pandeglang, Banten) à Lebak Binong (Cibaliung, Banten Kidul) à Cipatat. Jadi, Kampung Adat Urug adalah tempat pulang Prabu Siliwangi. Meghilangnya Prabu Siliwangi mulai dari Pajajaran sampai terakhir di Kampung Adat Urug dikarenakan Prabu Siliwangi tidak mau masuk Agama Islam yang pada saat itu dibawa oleh Raden Kian Santang, anaknya sendiri.
Prabu Siliwangi setibanya di Kampung Urug mempunyai tiga orang anak. yang pertama laki-laki, yang ke-dua perempuan dan yang ke-tiga laki-laki. Prabu Siliwangi memberikan mandat atau amanatnya untuk mewarisi dan menjaga Kampung Adat Urug kepada putranya yang ketiga. Makam dari putra yang ketiga tersebut berada di tepi kali Cidurian, yang kedua (perempuan) “dihijrahkan” ke daerah Leuwi Catang, arah Gunung Pongkor, tetapi karena anak kedua berjenis kelamin perempuan, sehingga ia tidak memiliki kesepuhan dikarenakan perempuan tidak boleh menjadi pemimpin. Sementara putranya yang pertama ke Lebak Larang arah Pelabuhan Ratu, terus ke Pasir Jeungjing-Bojong cisono-Tegal lumbu-Talaga-Sirnar resmi-Ciganas-Cipta rasa-Cipta gelar, Sukabumi. Jadi kasepuhan yang tersebar di beberapa daerah di Sukabumi tersebut awalnya dari Kampung Urug.
Putra ketiga tadi yang mendapat amanat untuk mewarisi Kampung Adat Urug mempunyai tujuh orang anak disebarkan ke beberapa daerah, yang paling jauh berada di Pasir Eurih, Banten. Yang paling tua di Cipatat kolot Desa Sinar resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. mendapat amanat hanya sekedar menjaga makam Prabu Siliwangi. Yang menerima amanat di Kampung Urug kembali putra yang terakhir. Beliau kemudian punya lima anak dari dua istri. Dari istri yang tua memiliki tiga anak, sementara dari istri yang muda memiliki dua anak. Anak pertama dari istri yang pertama tadi menjadi cikal bakal ketua adat Urug Tonggoh dan Tengah. Anak kedua dari istri pertama, perempuan. Anak ketiga, laki-laki yang kembali mendapat amanat untuk di Kampung Adat Urug (Lebak). Dua anak dari istri yang muda, pertama laki-laki, kedua perempuan di Cidogèr, Sukajaya, Bogor
Mengenai identitas Prabu Siliwangi, menurut Abah Ukat selaku kikolot, hanya ada satu Prabu Siliwangi namun namanya banyak. Di satu tempat satu nama, ketika dia muncul dan menghilang itu. Jayadewata namanya sewaktu kecil, nama lainnya Manahrasa, “setiap orang punya manah, setiap orang punya rasa, (hati dan perasaan).” disebut Prabu itu artinya orang tua (sepuh) yang tinggi ilmu pengetahuannya, wangi itu harum, silih berarti sifat (saling) harus silih asih, silih asah dan silih asuh. Karena itu, keharuman Pajajaran Bogor sampai sekarang tidak hilang. Sedangkan makam Prabu Siliwangi menurut Abah Ukat ada di Cipatat kolot atau Cipatat Girang, Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor.
Kepada putra terakhir berjenis kelamin laki-laki yang diamanatkan untuk menetap di Kampung Urug dan membuat kesepuhan dengan menerima amanat 5 macam yang menjadi kewajiban dan harus dilakukan sesuai waktu yang telah ditetapkan, yaitu:
1.        Pertanian Melak pare ( Menanam padi)
Pertanian melak pare adalah proses penanaman padi di Kampung Urug yang hanya dilakukan satu kali setiap tahunnya. Yang menentukan waktu penanaman adalah kikolot Kampung Urug. Penanaman padi tidak boleh mamakai pupuk dan penyemprotan pestisida. Hal ini bertolak belakang dengan peraturan pemerintah daerah karena umumnya para petani melakukan penanaman padi 3 kali atau minimal 2 kali pertahun.
Berhubungan dengan pertanian (padi), di Kampung Adat Urug dikenal cerita tentang Dewi Sri, yang disebut Nyai Sri, Nyai berarti perempuan. Padi ada yang berwarna merah, putih, hitam, hijau dan kuning. Gelar Dewi Sri di Pajajaran Bogor yang diberikan oleh Prabu Siliwangi berasal dari Sorga Maniloka, dari Kahyangan Jagad Suralaya, dan dari para dewa. Wujud Dewi Sri awalnya berupa telur yang dijaga oleh Dewa Anta selama 40 hari sampai menetasnya. Awalnya selama 39 hari tidak menetas, Dewa Anta memanggil Prabu Siliwangi, oleh Prabu Siliwangi dicipta menjadi seorang manusia, perempuan, dikenal dengan Dewi Sri, umur sekian tahun meninggal tanpa dikubur digeletakkan begitu saja. Dari kedua mata Dewi Sri keluar tanaman berupa padi, tiga ikat dan dua ikat, jadi ada lima jenis seperti yang sudah ditulis di atas tadi, akhirnya yang hijau dan yang kuning menyatu ke dalam raga Prabu Siliwangi. Jenis yang merah, putih dan hitam gelar ke dunia menjadi padi seperti yang kita kenal sekarang. Kelima jenis padi itu tadinya diturunkan di Pajajaran Bogor, berhubung Prabu Siliwangi menghilang dan menuju Kampung Adat Urug, jadi semuanya dibawa oleh Prabu Siliwangi termasuk bibit padi yang lima itu, yang ditanam hanya tiga, yang merah, putih dan hitam, hakikatnya bibit yang lima disimpan di suhunan (atap) rumah Adat Urug Lebak yang berjumlah lima, satu atap satu warna. Gelar yang tiga tadi, hakekatnya Gedong Gedè (Rumah Adat Urug Lebak), Gedong Luhur atau Paniisan (tempat berteduh), berupa bangunan panggung tinggi tapi tidak terlalu besar dan Gedong Leutik (bangunan yang sangat kecil).
Dalam menumbuk dan menjemur padi tidak boleh pada Hari Senin dan Jum’at, karena menurut sejarah pada Hari Senin adalah hari pertama Dewi Sri mendapat menstruasi. Sehingga pantang bagi masyarakat Urug untuk mengurus padi pada Hari Senin. Sedangkan pada Hari Jumat, darah menstruasinya disiram dengan air dan jatuh ke bumi. Dihari ini sebagian besar penduduk yang masih menjaga tradisi para karuhun tidak akan pergi ke sawah, khususnya para pemegang adat. Kemudian, ketika akan mengambil beras dari pandaringan (tempat menyimpan beras) harus rapih dalam berpakaian, dalam tata-cara mengambil beras tersebut jangan asal, pada saat mau menyimpan padi ke lumbung padi ada peraturanya, tidak asal menumpuk begitupun jika akan mengeluarkan padi dari lumbung, pada saat akan menyimpan padi di lumbung ini disebut entep seureuh (aturan dalam mengambil beras dan padi agar tidak sembarangan).
Gambar 1.1 Leuit (Tempat penyimpanan padi)
Pada proses panen di Kampung Adat Urug, masih digunakan alat tradisional untuk memanen padi yaitu ketam di daerah Sunda pada umumnya ketam disebut ètèm (ani-ani).
Di Kampung Urug sendiri ada aturan tidak diperbolehkannya memperjual belikan hasil pertanian padi mereka, padi yang mereka tanam hanya diperbolehkan untuk memenuhi bahan pokok kehidupan sehari hari mereka.


2.        Peraturan sedekah setahun 5 kali
Sedekah setahun 5 kali diantaranya adalah;
a.       Sedekah Bumi
Pada sedekah bumi ini terdapat proses penyembelihan hewan ternak ditempat khusus agar darah dan bulu dapat dimasukkan kedalam tanah yang telah digali oleh amilkasepuhan (orang yang bertangggung jawab dalam suatu kasepuhan) Urug Lebak. Setelah acara pemotongan hewan ternak, diadakan syukuran, dan ada acara memasak di luar rumah sesuai aturan adat. Setelah itu ada acara makan bersama didepan rumah adat kasepuhan. Makanan yang tersisa, kemudian dikubur oleh amilkasepuhan Urug Lebak, setelah dikubur lalu diurug. Upacara sedekah bumi hanya boleh dilaksanakan pada Hari Rabu.
b.      Sedekah Serentaun
Upacara           kedua  disebut Seren Taun (Syukuran hasil panen), dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur dari para petani disini yang dipimpin Ketua Adat. Ungkapan rasa syukur, karena ada istilah mipit kudu amit ngala kudu mènta (memetik dan mengambil harus minta izin kepada yang punya), rasa syukur ini ditujukan kepada yang pertama kali telah memberikan bibit pokok dalam masalah pangan kepada manusia, yaitu Yang Maha Kuasa, karena pada hakekatnya bumi tempat tumbuh berbagai macam tanaman yang bermanfaat bagi manusia adalah milik Yang Maha Kuasa, maka ketika akan mengambilnya harus meminta izin kepada yang punya.
Rincian kegiatan acaranya seperti berikut, kegiatan ini dilaksanakan setelah semua warga selesai panen. Acara Abah Ukat meyembelih kerbau dimulai minimal jam 11 siang. Setelah semua prosesi penyembelihan, kerbau sampai dimasak selesai sekitar jam empat sore, setelah itu  diadakan  selametan. Menurut Abah Ukat, diadakan selametan seren taun yaitu untuk memanjatkan do’a agar pertanian dan petani di Kampung Urug selamat serta ada dalam keberkahan begitu juga umumnya dengan Negara Republik Indonesia semoga subur makmur tidak terkena musibah. Pada hari berikutnya, sekitar jam tujuh atau jam delapan pagi dilakukan ziarah bersama para warga ke makam leluhur. Makam yang pertama dikunjungi yaitu makam yang berada di Gedong Leutik, setelah itu baru masyarakat menyebar ziarah ke makam para kerabatnya. Sepulang ziarah diadakan selametan lagi sebagai tanda telah ziarah ke makam para leluhur kami.
Pada malam harinya, setelah Isya diadakan selametan kembali yang diadakan di rumah adat. Selepas selametan dilaksanakan diadakan hiburan seperti jaipong, wayang golek dan sebagainya. Untuk pengisi acara sendiri mereka melakukannya secara sukarela tanpa diminta oleh kikolot Kampung Urug. Pada pagi harinya, sekitar jam enam, semua warga kumpul, kemudian  satu keluarga diminta  minimal membawa satu ekor ayam kemudian disembelih satu persatu oleh ki Amil (sebutan untuk juru sembelih dalam acara tersebut) tempat penyembelihannya sendiri harus di dekat rumah adat. Setelah selesai disembelih ayam dimasak oleh masing-masing keluarga minimal ngabakakak (membawa ayam bakar) lalu dibawa kembali ke sini lengkap dengan nasi satu bakul dan olahan lainnya dikumpulkan di rumah adat untuk acara selametan pada Hari Kamis setelah Dzuhur.
c.       Sedekah Pongokan di Bulan Muharram
Upacara sedekah Pongokan di Bulan Muharram, Sedekah pongokan di Bulan Muharram dilaksanakan dalam rangka menutup Tahun Hijriah dan menyambut tahun baru Hijriah, dengan harapan semoga yang dilakukan pada tahun baru itu semuanya semoga diselamatkan dijaga dan diraksa (dihindarkan dari bahaya). Warga membawa nasi kuning dengan lauk-pauknya (daging kerbau) setelah didoakan (selametan) baru dibagikan kembali. Keramaiannya lebih dari Seren Taun, minimal ba’da magrib, sudah ramai, karena bukan abah yang mengundang tapi masyarakat yang datang sendiri”. Seperti dalam Seren Taun, pada upacara Seren Pataunan banyak kelompok hiburan seperti jaipongan, wayang golek bahkan orgentunggal menginginkan untuk “manggung” di Kampung Adat Urug, datang sendiri tanpa dibayar, tapi itu tergantung Abah Ukat, tidak semua kelompok hiburan itu bisa diterima karena halaman rumah adat sudah dirapihkan dengan semen dan batu sehingga tidak diboleh dibongkar untuk mendirikan panggung hiburan. Masyarakat yang datang dari mana- mana itu  tidak sebatas ikut syukuran dan mendapatkan berkat makanan, tetapi untuk bersilaturahmi juga.
d.      Sedekah Rowah (Sedekah Ruwah)
Upacara yang ketiga disebut Sedekah Rowah, dilaksanakan pada bulan Rowah (Sya’ban), tanggal 12. Pagi hari masyarakat membawa ayam minimal satu keluarga satu ekor, disembelih di halaman rumah adat, selamatannya dilaksanakan ba’da Dhuhur. Acara ini adalah untuk mengirim do’a sebagai wujud bakti kepada Nabi Adam Alaihi Salam karena menjadi induk semua umat manusia. Manusia awalnya diakherat, di dunia itu hanya diumbarakeun (dikembarakan) akan kembali ke akherat yang dibawa hanya amal perbuatan baik ataupun buruk yang akan diterima oleh Nu Kagungan (Yang Maha Memiliki). Nabi Adam sebagai induk seluruh umat manusia awalnya di akherat dahulu, lalu karena suatu hal ia diturunkan ke bumi.
e.       Sedekah Mulud (Sedekah Maulid)
Upacara Sedekah Mulud adalah upacara memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW tanggal 12 Mulud (Rabi’ul Awal) yang biasa disebut Muludan. Dalam acara ini ketua adat bersama warga khusus mengrim do’a untuk Nabi Muhammad karena sudah berjasa membawa Agama Islam. Biasanya dalam acara tersebut dihidangkan makanan-makanan khas daerah dan olahan lauk pauk yang akan dibagikan kepada warga setelah dido’akan.
Menurut Abah Ukat, alasan diadakannya acara ini adalah, Nabi Muhammad pada saat berusia 25 tahun dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, diberi Kitab Rasul dan Tasauf kemudian harus mengajarkan rukun Islam yang lima perkara di Negara Mekah. Nabi Muhammad patuh, taat dan melaksanakan Kehendak Yang Maha Kuasa, maka selama mengajarkan rukun Islam di Negara Mekah tersebut dan seterusnya, Nabi Muhammad akan selalu dikirim “bekal” oleh Yang Maha Kuasa, hakekatnya berupa do’a-do’a dari setiap umat Islam yang melaksanakan acara Muludan tersebut, karena itulah Abah Ukat bersama warga Kampung Adat Urug melaksanakannya sebagai wujud bakti kepada Nabi Muhammad.
3.      Ngejaga Alam dan Memperdayakan Alam.
Hal ini diamanatkan kepada kikolot untuk menjaga dan melestarikan alam sekitar Kampung Urug seperti halnya hutan terlarang yang berada tepat disebelah Kampung Urug, beberapa hutan disekitar Kampung Urug, dan Taman Nasional Gunung Halimun. Walaupun Taman Nasional Gunung Halimun sudah menjadi bagian tanggung jawab dan dikelola oleh pemerintah tapi tetap menjadi kewajiban kikolot untuk menjaganya.
4.        Merawat Bangunan Gedong (Rumah Adat)
Merawat Bangunan Gedong (Rumah Adat) yang di amanatkan kepada kikolot ini terbilang rumit karena harus sesuai dengan Rumah Adat sebelumnya mulai dari ukuran bangunan, warna cat yang digunakan, banyaknya bahan yang digunakan seperti kayu dan ukuran kayunya pun harus sesuai tidak kurang dan lebih karena setiap unsur yang menjadi bagian rumah adat memiliki makna.
5.    Merawat 3 Jalan Kampug Urug
Terdapat 3 jalan yang diamanatkan untuk di rawat kepada kikolot dan jalan tersebut memiliki kandungan arti tersendiri diantaranya yaitu:
a.         Jalan Hakikat
Jalan Hakikat yaitu jalan menuju arah kuburan para pendahulu Kampung Urug dan kuburan umum warga Kampung Urug. Mengapa di sebut Jalan Hakekat? Menurut keterangan kikolot, karena hakikat setiap manusia yaitu untuk kembali kepada Yang Maha Kuasa.
b.        Jalan Syareat
            Jalan Syareat ini adalah jalan yang ditetapkan oleh pendahulu Kampung Urug untuk menjadi jalan warga untuk menuju Kampung Urug. Jalan ini dinamakan jalan syareat karena menurut kikolot Kampung Urug ini  berdasarkan Syareat yang didapat dari pendahulunya. Jadi, ketua kikolot hanya menjalankan amanat dari para pendahulunya.


c.         Jalan Ma’rifat
            Kata Maripat sendiri dapat diartikan pengetahuan dan pengalaman, alasan tersendiri mengapa di beri nama Jalan Ma’rifat untuk memberi tanda bahwasanya Kampung Urug ini adalah peninggalan Prabu Siliwangi yang diteruskan oleh keturunanya.
Selain 5 amanat yang harus dijalankan terdapat beberapa hal amanat sesepuhnya yang benar benar diwajibkan untuk dijalankan yaitu:

1.        MELAK PARE KUDU DINA WAKTUNA ULAH SAMPE GAGAL PANEN
( Menanam padi harus pada waktunya jangan sampai gagal panen)
Dalam hal ini kikolot tidak boleh sembarangan, harus sesuai dengan perhitungan kikolot dan tidak boleh sampai gagal panen. Itulah asalanya mengapa kikolot yang mentukan kapan warganya harus menanam padinya dan hal ini pun menjawab pertanyaan mengapa Kampung Urug hanya melakukan tanam panen setahun sekali. Dan ini menjadikan ciri khas Kampung Urug dalam segi bertani.
2.        NGAJALANKEUN ACARA SIDEKAH ANU SATAUN  LIMA KALI (Menjalankan acara sedekah dalam satu tahun lima kali)
     Dalam hal ini selain sangat di wajibkan untuk di jalani ada hal lain yang dimaksudkan yaitu untuk rasa syukur Kikolot dan warga Kampung Urug terhadap yang Maha Kuasa yang telah memberikan banyak sumber daya alam yang melimpah yang bisa di berdayakan oleh masyarakat Kampung Urug untuk kebutuhan sehari harinya.
     Kampung Urug memiliki 3 ucapan yang menjadi pedoman dari leluhurnya, diantaranya yaitu:
1.        Titipan
Makna Titipan itu sendiri sebenarnya hanya sebuah perumpamaan untuk tiga hal berikut ini yaitu Gunung Kayuan, Lamping Awian, Legok Balongan. Penjabaran dari ketiga istilah diatas yang dianut oleh Kampung Urug yaitu:
a.        Gunung kayuan
Maksud dari kata Gunung kayuan adalah menanami wilayah gunung dengan pepohonan, tujuannya agar hewan yang berekosistem di pegunungan dengan pepohonan sebagai habitat hewan tersebut tidak kehilangan habitatnya dan hewan tidak berkeliaran ke rumah warga terutama hewan buas yang dapat membahayakan masyarakat Kampung Urug.
b.        Lamping Awian
Maksud dari Lamping Awian adalah menjaga tebing gunung dan menanami tebing gunung dengan pepohonan atau pohon bambu agar terhindar dari longsor dan hal lain yang dapat memberi efek buruk terhadap Masyarakat Urug bisa di sebut juga sebagai bentuk rasa syukur dan tanggung jawabnya untuk menjaga kelestarian alam disekitarnya.
c.         Legok Balongan
Maksud dari Legok Balongan adalah lembah jadikan kolam atau lembah di perdayakan untuk bertani agar dapat memberi manfaat untuk masyarakat Kampung Urug. Selain dijadikan lahan untuk bertani bisa juga digunakan untuk membuat kolam ikan.

2.        Tutupan
Makna Tutupan memiliki arti Sungapan ngarana mata cai anu bener bener kudu dirawat ulah sampe dirusak. Maksud dari arti kata tersebut adalah menjaga mata air yang digunakan sebagai tempat aliran air untuk mengairi lahan tani masyarakat Kampung Urug dan sumber air yang di gunakan oleh Masyarakat Kampung Urug.
3.        Awisan
Arti Awisan yaitu cadangan garapan masyarakat sekitar dimana hak masyarakat yang harus digarap mencakup 3 hal, yaitu:
a.       Tanah milik masyarakat
b.      Tanah kehutanan
c.       Taman nasional
Dalam hal ini Masyarakat Kampung Urug tidak sembarangan dalam mengambil/menggarap lahan untuk membangun rumah penduduk, mereka tetap menggunakan aspek aspek yang sudah di tetapkan pemerintah dan dengan menyelaraskan antara peraturan kasepuhan dengan pemerintahan. tanah yang mereka miliki sudah resmi terdaftar layaknya perumahan di daerah kota yang memiliki sertifikat hak milik.
Bangunan Adat di Kampung Adat Urug ada tiga bangunan yang mewakili tiga bentuk hukum yang berlaku di kampung Adat Urug yaitu hukum Syareat atau agama, buhun atau kesepuhan, dan hukum  negara, nama gedung itu ialah “Gedong Gede, Gedong Paniisan dan Gedong Alit.” Gedong Gede adalah gedung yang mempunyai fungsi sebagai tempat musawarah dan juga balai pertemuan warga ketika ada permasalahan berkaitan dengan adat, dan masalah-masalah yang masih mempunyai hubungan dengan masalah sosial salah satunya ialah masalah pangan.
Gedong Gede adalah bangunan yang mempunyai pungsi sebagai tempat musyawarah dan juga balai pertemuan warga ketika ada permasalahan berkaitan dengan adat, pertanian dan tempat penerimaan tamu dan penginapan tamu.
Gedong paniisan adalah gedong yang terletak di Depan gedung Gede. Gedong paniisan lebih tinggi dibandingkan gedong gede tetapi jauh lebih kecil, hanya ada satu ruangan, disebut gedung luhur (gedung paniisan) karena panisan berarti tempat berteduh, tetapi bukan tempat berteduh warga. Tempat ini di pergunakan sebagai tempat menyendiri abah kolot.
Gedong Alit, yaitu Terdapat bangunan kecil yang merupakan tempat makam leluhur, makam ini sering di ziarahi warga ketika ada acara adat misalnya acara seren tahun dan seren patahun.
Seperti yang anda ketahui setiap kampung adat memiliki bentuk rumah yang unik dan berbeda yang membuat kampung adat memiliki ciri khas tersendiri. Namun seperti banyaknya kampung adat lainya yang membangun bangunan rumahnya yang sering disebut sebagai rumah panggung dengan menggunakan kayu/parkit sebagai bahan utama bangunganya.Rumah adat Kampung Urug sendiri memiliki luas bangunan :
1.      Panjang           : 30 Meter
2.      Lebar               : 12 Meter
3.      Tinggi              : 4 Meter
Beberapa bentuk bangunan memiliki arti tersendiri, berikut beberapa macam penjelasan bentuk bangunan rumah adat Kampung urug yaitu:

a.    Jumlah pintu 7 buah
Gambar 1. Pintu Imah Gede
Menurut penjelasan Kikolot arti dari 7 buah pintu memiliki filosofi tersendiri yaitu banyak nya hari dalam satu minggu yaitu 7 hari.




b.    Jumlah jendela 9 buah
Gambar 1. Jendela Imah Gede
Dalam penjelasan 9 jendela ini bergantung kepada siapa yang bertanya karena ada beberapa penjelasan, bila yang bertanya adalah seorang Ibu yang mengandung jawabanya adalah kandungan anak dalam rahim seorang ibu adalah 9 bulan. Bila yang bertanya adalah seorang ulama dapat di artikan sebagai jumlah walisongo yaitu 9 walisongo yang menyebarkan agama islam di indonesia. dan yang terakhir bila yang bertanya adalah anak sekolah atau pelajar dapat diartikan dengan jumlah angka yaitu 1.
Jumlah ruang terdiri dari 5 ruangan dan memiliki kegunaanya tersendiri berikut nama ruangan dan penjelasan kegunaanya:
1.        Ancol/ruang tamu
Ruangan ancol ini digunakan untuk menerima tamu khusus yang datang ke Kampung Urug. Meski dinamakan Ruang Ancol ruangan ini jarang sekali digunakan karena diruangan ini terdapat artefak yaitu 4 kursi dan 1 meja berbentuk bundar. Dijaman pendahulu ruangan ini digunakan sebagai mana namanya yaitu ruang tamu tetapi di era Abah Ukat ini sudah tidak digunakan sebagai mana ruang tamu semestinya karena 4 kursi dan 1 meja bundar yang terletak di ruang Ancol ini sudah menjadi bagian artefak Kampung Urug, jadi lebih diperuntukan sebagai benda prasejarah yang dijaga dan dirawat. Selain itu di ruangan ini banyak Plakat yang di berikan pengunjung sebagai penghargaan terhadap Kampung Urug karena telah mempertahankan salah satu cagar budaya di Indonesia. Letak ruangan ini berada di antara Bale istirahat dan Ruang Musyawarah.
2.        Bale istirahat
Ruangan Bale istirahat ini khusus digunakan sebagai tempat beristirahatnya pengunjung di Kampung Urug, dan diruangan tersebut bukan hanya digunakan untuk beristirahat tapi juga digunakan untuk bermalam karena belum ada akomodasi tersendiri untuk pengunjung jadi kami pun bermalam di Bale istirahat. Diruangan ini pun terdapat beberapa artefak peninggalan leluhur Kikolot seperti tanduk rusa, alat-alat musik yang menjadi peninggalan berharga karena memiliki sejarah tersendiri dan telah melewati banyak generasi karena telah berumur lebih dari ratusan tahun. Letak ruangan ini berada tepat diantara Ancol/ruang tamu dan Tepas/tempat riungan
3.        Tepas/tempat riungan
Ruangan tepas ini berada di luar rumah atau di sampingnya, jika kalian pernah mendengar Gazebo bentuknya tidak berbeda dengan Gazebo lainya yg membedakanya hanya tepas ini menyatu asdengan bangunan rumah. Tempat ini dapat digunakan untuk tempat bersantai dan melihat pemukiman warga karena tempatnya yang berlokasi di luar rumah dan juga bisa melihat warga yang sedang beraktifitas.
4.        Bale musyawarah
Ruangan musyawarah ini khusus digunakan untuk tempat berkumpulnya warga ketika mengadakan acara tahunan khusus seperti sedekah bumi dan acara lainya yang sudah di sebutkan sebelumnya, biasanya diadakan upacara syukuran di ruangan ini adapun ruangan musyawarah ini digunakan untuk membahas persoalan atau masalah yang perlu di musyawarahkan. untuk hari diluar acara tahunan ruangan ini digunakan untuk menyambut tamu atau pengunjung yang ingin melakukan obserasi ataupun berkunjung dan tempat untuk bertanya tentang Kampung Urug. Letak ruangan ini berada di tengah bangunan rumah atau bisa di sebut ruang utama untuk menghubung ruangan lainya dan satu satunya tempat yang dapat mengakses menuju 2 kamar istirahat keluarga dan 2 ruangan penyimpanan beras, kue dan daging yang di sebut kamar Goah/kamar kecil.
5.         Dapur/Pawon
     Ruangan dapur/pawon yang satu ini kita dapat melihat banyak perbedaan dengan dapur biasanya. Karena alat alat memasaknya yang berbeda, seperti hal nya yang kita sering sebut dengan kata kompor diruangan ini masih menggunakan tungku/semen cor untuk menjadi penyangganya dan kayu bakar sebagai bahan utama pembakaranya.
Ada 8 bibit dari Kampung Urug
Keturunan pertama Uyut Bangsa, mempunyai 4 anak yaitu Asweli, Mak Umi, Mak Asih, dan Mak Acoh. Keturunan kedua Uyut Sajati, mempunyai 7 anak yaitu Hadi, Asti, Sarki, Jainam, Mak Awah, Pak Arta, dan Pak Arsali. Keturunan ketiga yaitu Uyut Suriyah, Uyut Suriyah ini tidak memiliki anak. Keturunan keempat yaitu Uyut Witi, mempunyai 5 anak bernama Mak Asih, Awa, Pak Tito, Maluita, dan Maarwaya. Keturunan kelima bernama Uyut Maruita, mempunyai 3 anak bernama Pak Marta, Pak Mardi, dan Mak Min. Keturunan keenam bernama Uyut Pitang, mempunyai 6 anak bernama Majana, Sapri, Sawa, Calut, Sariwaya, dan Saruni. Keterunan ketujuh bernama Uyut Acong, mempunyai 6 anak bernama Acong, Maliawas, Ardani, Mbah Kuru, Antana, dan Sewi. Keturhnan kedelapan bernama Uyut Markah mempunyai 7 anak bernama Askawi, Astani, Usman, Auta, Marsinah, Dani dan Asmali.
     Pergantian pemangku adat dimulai dari Prabu siliwangi, lalu Abah Suriyat, kemudian digantikan oleh Ali, lalu diteruskan oleh Abah Rukman, selanjutnya Abah Adang, dan terakhir Abah Ukat. Abah Ukat ini adalah putra dari Abah Rukman. Pergantian pemangku adat di Kampung Adat Urug ini tidak selalu berdasarkan garis keturunan, melainkan melalui wangsit dari pendahulu yang telah meninggal dunia.
Keadaan umum Kampung Adat Urug akan menggambarkan kondisi nyata di Kampung Adat  Urug salah satunya yaitu letak geografis.
Gambar 2.1 Penunjuk arah ke Kampung Adat Urug
Gambar 2.2 Tugu selamat datang Desa Urug
Kampung Adat Urug terletak di Kabupaten Bogor, tepatnya di desa Urug Kecamatan Sukajaya. Kampung Adat Urug terdiri dari 8 RW dan 24 RT secara administratif. Kampung adat Urug masuk dalam pemerintahan desa Urug Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor.
          Jarak tempuh Kampung Adat Urug dari Kota Bogor kurang lebih 48 Km, dari Kecamatan Sukajaya sekitar 6 Km, dan dari Kantor Desa Urug sekitar 1,2 Km. Kondisi jalan dari Kecamatan ke Kampung Urug berkelok-kelok naik gunung mengikuti lereng bukit dengan badan jalan yang sempit dan kondisi jalan yang mulai bagus karena sedang diadakan perbaikan jalan.
Secara geografis Desa Urug berbatasan dengan beberapa wilayah sebagai berikut:
a.    Kampung Adat Urug berbatasan dengan Desa Nanggung Kecamatan Nanggung di sebelah timur dengan sungai Cidurian sebagai pembatas langsung.
b.    Sebelah Barat, Kampung Adat Urug berbatasan dengan Desa Cisarua dan Desa Pasir Madang kecamatan Sukajaya.
c.    Sebelah selatan, Kampung Adat Urug berbatasan dengan desa Kiarasari Kecamatan Sukajaya dan Desa Curug Bitung Kecamatan Nanggung
d.   Sebelah utara, Kampung Adat Urug berbatasan dengan Desa Harkatjaya Kecamatan Sukajaya
Topografi tanah terletak pada kordinat 6 34’ 42” Lintang Selatan, dan 106 29’ 28” bujur timur dengan luas wilayah 10 Ha. Terletak pada sebuah lembah yang sangat subur menjadikan Kampung Adat Urug cocok untuk lahan pertanian khususnya tanaman padi. Luas lahan pertanian Kampung Urug melebihi luas luas wilayah pemukimannya sendiri, Kampung Adat Urug dikelilingi oleh sungai-sungai diantara sungai Cidurian, Ciapus, dan Cipatat Leutik.
Bentang alam Kampung Adat Urug juga dilengkapi oleh pegunungan, Gunung Pongkor yang merupakan tempat eksplorasi pertambangan emas yang ada di sebelah timur Kampung Adat Urug. Pertambangan Pongkor sendiri masuk wilayah kecamatan Nanggung dan tidak sedikit warga dari Kampung Adat Urug yang berusaha disini baik sebagai penambang tradisional maupun sebagai buruh tambang ataupun pedagang khususnya anak muda. Sementara di arah selatan menjulang tinggi Gunung Manapa dan perkebunan sawit yang dikelola oleh (PTPN) di sebelah Kampung Adat Urug. Kampung Urug mempunyai wilayah lahan yang dimanfaatkan, antara lain: Hutan Keramat yang memiliki luas wilayah 20.000 m2.  Komplek Pemakaman dengan luas wilayah 10.000 m2. Lahan pertanian dengan luas wilayah 6.200 h2, dan Luas Tanah Darat sebesar 3.800 Ha.




Jumlah penduduk Kampung Adat Urug tercatat 5.124 jiwa dengan penduduk laki-laki berjumlah 2.874 jiwa dan penduduk perempuannya 2.250 jiwa yang berstatus warga negara Indonesia dan Beragama Islam dengan jumlah 1.821 kepala keluarga. Di Kampung Adat Urug sendiri masih sangat erat dengan budaya gotong royong terlihat dari kehidupannya sehari hari, contohnya sendiri seperti yang kami alami ketika berkunjung ke Kampung Urug ada truk yang membawa semen mengalami kecelakaan sehingga truk tersebut terbalik. Kemudian warga berbondong-bondong bekerja sama membalikkan truk yang terguling tersebut. Mereka bekerja sama dikarenakan wilayah tersebut jauh dari jangkauan pemerintah.
Gambar 3.1 suasana saat terjadi kecelakaan truk di Kampung Urug
Gambar 3.2 warga bergotong royong membantu saat terjadi kecelakaan
Masyarakat Kampung Urug sendiri tidak segan untuk mengizinkan tamu yang datang ke Kampung Urug untuk menginap di rumahnya.
Mata pencaharian masyarakat di Kampung Urug sama seperti masyarakat Kasepuhan lainnya, masyarakat Kampung Adat Urug mayoritas sebagai petani dalam mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Kepemilikan lahan pertanian di Kampung Adat Urug adalah perorangan atau milik masing-masing. Menurut Abah Ukat “pertanian merupakan salah satu jalan kehidupan masyarakat. Maka, kegiatan yang digarap oleh abah tidak lewat dari pertanian, sebab tani itu tidak bisa berbohong, yang dilaksanakan dalam urusan padi yang sangat dimulyakan sebagai tanda penghormatan karena sebenarnya apa padi itu? Secara syareat, kita tidak akan punya tenaga jika tidak ada padi”. Pekerjaan menanam padi harus dilakukan menurut aturan-aturan yang pelik sekali, mulai dari penggunaan azimat dan doa-doa. Apabila padinya sudah tua lalu dipotong dengan sebuah ketam yang terselindung dalam tangan, supaya tidak menakutkan dan menghalau jiwa dermawan daripada padi itu. Hal ini sangat sesuai dengan prinsip siklus pertanian di Kampung Adat Urug, ketam sebagai alat tadisional memanen padi masih digunkan, di daerah Sunda pada umumnya ketam disebut ètèm (ani-ani).
Tingkat pendidikan masyarakat di Kampung Adat Urug kebanyakan hanya sampai SLTP dan juga SLTA ada yang melanjutkan ke perguruan tinggi, bahkan tak sedikit tidak lulus atau tamat SD dan ada yang tidak pernah sama sekali duduk di bangku sekolah. Pendidikan formal yang ada di desa Urug hanya ada satu pendidikan tingkat dasar yaitu SDN Kiarapandak 02 dan pendidikan non formal yaitu terdapat dua pesantren. Rendahnya tingkat pendidikan di Urug rendah disebabkan oleh adanya pandangan miring bahwa pendidikan tidak terlalu dianggap penting.
Namun semenjak Desa Urug lepas dari desa induknya yaitu Desa Kiarapandak, dibarengi dengan pemilihan kepala Desa baru yang mana setiap calon kepala Desa diwajibkan mempunyai ijazah sekolah sebagai syarat administrasi yang baru dimiliki setiap calon maka warga mulai terbuka dan peduli terhadap dunia pendidikan dengan menyekolahkan anaknya ke tingkat lanjutan.


Sarana dan Prasana yang terdapat di Kampung Adat Urug diantaranya adalah sarana transportasi, komunikasi, sarana peribadatan. Sarana transprtasi sudah cukup baik, jalan utama dapat dilalui oleh kendaraan darat apa saja meskipun kondisi jalan belum dalam kondisi baik seluruhnya, beberapa ruas jalan kondisinya masih berbolong. Jarak tempuh dari Kampung Adat Urug ke desa, kecamatan, kabupaten dan Ibu kota provinsi, yaitu:
1.    Kampung Adat Urug ke Kantor Desa Urug: 1,2 km.
2.    Kampung Adat Urug ke Kantor Camat Sukajaya; 6 km.
3.    Kampung Adat Urug ke Kota Bogor: 45  km
Sarana komunikasi yang berkembang di Kampung Adat Urug yaitu Handphone (telepon genggam) dan televisi (menggunakan parabola).
Terdapat tempat yang biasanya digunakan untuk keperluan acara adat, dan tempat tinggal bagi para tamu, diantaranya yaitu Gedong Gede, Gedong Paniisan dan Gedong Ali. Kampung Adat Urug sudah memiliki tiga mesjid dan empat mushola dan dua lembaga pendidikan yaitu pesantren. Pimpinan Kiyai Haji Suri dan Kiyai Haji Ujang dan ada pengajian malam selasa sebagai pemenuh kebutuhan rohani warga.
Di sekitar Rumah Adat Kampung Urug terdapat enam warga yang membuka warung kecil di depan rumahnya. Sarana pemandian umum dan sungai dimanfaatkan oleh mayoritas masyarakat Kampung Adat Urug untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti buat mandi, cuci dan masak.
Gambar 3.3 WC di Kampung Adat Urug
          Kehidupan masyarakat Kampung Adat Urug tampaknya banyak mengalami kemajuan di beberapa bidang material dan imaterial. Kemajuan- kemajuan ini disadari oleh masyarakat Kampung Adat Urug sebagai hasil usaha yang mereka lakukan sendiri. Keberhasilan yang dicapai oleh masyarakat Kampung Adat Urug mengakibatkan kebutuhan disegala bidang terus meningkat.
          Keberhasilan masyarakat Kampung Adat Urug tidak terlepas dari kearifan pemimpin formal dan pemimpin informal. Pemimpin formal masyarakat adalah kepala Desa yang dibantu oleh 4 ketua RW, 15 ketua RT, 1 Kepala Dusun, 3 angota BPD, 6 guru ngaji dan 3 petugas P3N/Amil. Sedangkan untuk pemimpin Informal Kampung Urug memiliki 11 Pemimpin Informal yang terdiri dari  ketua-ketua adat yang memiliki peran besar dalam mengurus dan mempertahankan adat-istiadat di Kampung Adat Urug, dan membantu proses pembangunan sarana umum, dan terjadi di Kampung adat Urug yang Mana Abah Ukat dengan segala kemampuanya sebagai.
          Ketua Adat telah berhasil membangun jalan Adat, begitu juga pemerintahan formalnya yang di wakili oleh Kepala Desa Bapak Tata Iskandar yang telah berhasil membangun jalan Desa, kendaraan roda empat ada 15 buah dan roda kendaraan dua 200 buah.
          Kepemimpinan di Kampung Adat Urug dibagi menjadi tiga wilayah yang masing-masing di kepalai oleh seorang Ketua Adat. Abah Ukat sebagai Ketua Adat Urug Lebak (bawah) dan menjadi pusat pimpinan. Abah Amat sebagai Ketua Adat Tengah dan Abah Sukardi sebagai Ketua Adat Urug Tonggoh (Atas) selain ketiga Ketua Adat yang ada di Urug.
          Sejak tahun 2010 menurut keterangan Abah Ukat, Kampung Adat Urug ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor.
Gambar 3.4 Bukti peresmian Kampung Adat Urug telah dijadikan cagar budaya.

E.   Struktur Perkumpulan Kasepuhan Urug Lebak

Kasepuhan Kampung Adat Urug memiliki struktur organisasi tersendiri.   Disana, setiap bagian memiliki penanggung jawabnya masing-masing. Kasepuhan Urug Lebak diketuai oleh Abah Ukat Raja Aya dan didampingi oleh Bapak Eki selaku wakil ketua. Dengan sekretaris kasepuhan yaitu Ulan, dan Rina selaku wakil sekretaris. Adapun bendahara Kasepuhan Urug Lebak yaitu Saman dan didampingi oleh Sukri selaku wakilnya. Di dalam Kasepuhan sendiri  untuk bagian kesenian, memasak dan juru bicara sudah ada penanggung jawabnya masing-masing.
Juru masak di Kasepuhan Kampung Adat Urug diuraikan lagi menjadi lebih detail, di Imah gede tidak boleh sembarang orang boleh memasak karena sudah ada bagiannya. Untuk juru masak nasi ada lima orang yaitu Ibu Emur, Ibu Siti, Ibu Tuti, Ibu Arum, dan Ibu Emin. Kemudian, untuk juru masak sayur dan daging ada tiga orang yaitu Ibu Upi,  Ibu Rohanah, dan Ibu Ruminah. 

Gambar 3.5 Keadaan dapur di Imah Gede Kampung Adat Urug
Gambar 3.6 Tungku yang digunakan untuk memasak
Pengurus daging dan ikan dipegang oleh dua orang, yaitu Bapak Dana dan Bapak Anip. Sistem perairan di Kampung Adat Urug dipegang oleh Bapak Mardi. Bagian kebersihan dipegang oleh dua orang, yaitu Asih dan Awit. Pegawai yang telah disebutkan diatas dimonitoring oleh Bapak Miat.

           


BAB IV

PEREKONOMIAN


Seperti masyarakat lain pada umumnya, masyarakat kasepuhan Kampung Adat Urug mayoritas bertani sebagai salah satu mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Halimi pada tahun 2013, ada sekitar 4.320 warga yang bertani, 1.279 warga yang berdagang, dan 6 warga berternak, dan ada beberapa orang yang menjadi penambang emas liar di daerah Gunung Pongkor biasanya yang menjadi penambang emas liar adalah pemuda.

Gambar 4.1 Aktivitas Penambangan Urug
 

Lahan pertanian di Kampung Adat Urug rata-rata milik perseorangan, namun mereka tidak menjual hasil panen bertani mereka. Melainkan hasil dari bertani mereka hanya untuk keperluan sehari-hari. Menurut Abah Ukat selaku kikolot Kampung Adat Urug jika ada warga yang melanggar peraturan di Kampung Adat Urug termasuk menjual hasil panen maka akan cilaka (Celaka). Di Kampung Adat Urug masyarakat pantang mengurus padi pada Hari Senin dan dilarang pergi ke sawah pada Hari Jumat seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya.
Gambar 4.2 Terasering di Kampung Adat Urug
Sebanyak 1.729 warga yang bekerja sebagai pedagang, mereka menjadi pedagang eceran ikan air laut di daerah Leuwiliang. Warga Kampung Urug menjadi pedagang ikan air laut karena lokasi Kampung Urug sendiri berdekatan dengan Provinsi Banten, dimana Banten sendiri dikenal dengan bahari yang melimpah.
            Sebanyak 6 warga bekerja sebagai peternak, hewan yang diternakkan berupa sapi dan kerbau. Sapi dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Kampung Adat Urug, sedangkan kerbau digunakan membajak sawah, karena menurut Abah Ukat jika bertani dilarang menggunakan alat modern.

Gambar 4.3 Hewan ternak kerbau masyarakat di Kampung Adat UrugGambar
4.4 Hewan ternak itik masyarakat di Kampung Adat Urug

BAB V

KEBUDAYAAN


Kebudayaan di kasepuhan Kampung Adat Urug tidak jauh berbeda dengan kasepuhan kampung adat lainnya, namun meskipun kebudayaannya sama dengan kasepuhan lainnya tetap ada sedikit perbedaan, contohnya dalam proses melak pare (menanam padi), seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa pada proses menanam padi waktunya selalu ditentukan oleh kikolot Kampung Adat Urug kemudian proses menanam padi juga hanya boleh dilakukan sekali dalam satu tahun dan tidak boleh melibatkan alat modern dalam proses pembajakan sawahnya.

Ada beberapa hal yang berbeda dari Kasepuhan Kampung Adat lainnya seperti Sedekah Ruwah. Ruwah memiliki arti bulan ketujuh dan bulan Sya’ban kata ruwah sendri berasal dari leluhur. Mengapa digunakan kata “ruwah”? Agar manusia ingat kepada leluhurnya. Ruwahan dilakukan untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Pada zaman dahulu, 10 hari sebelum datangnya bulan suci ramadhan masyarakat melakukan ziarah ke makam keluarga mereka. Selain itu biasanya mereka juga menyediakan makanan biasanya ayam atau permen ini yang disebut dengan sedekah Ruwah.
Sedekah Ruwah di Kampung Adat Urug ini dilaksanakan pada bulan Rowah (Sya’ban), tanggal 12. Pagi hari masyarakat membawa ayam minimal satu keluarga satu ekor, disembelih di halaman rumah adat, selamatannya dilaksanakan ba’da Dhuhur. Acara ini adalah untuk mengirim do’a sebagai wujud bakti kepada Nabi Adam Alaihi Salam karena menjadi induk semua umat manusia. Manusia awalnya diakherat, di dunia itu hanya diumbarakeun (dikembarakan) akan kembali ke akherat yang dibawa hanya amal perbuatan baik ataupun buruk yang akan diterima oleh Nu Kagungan (Yang Maha Memiliki). Nabi Adam sebagai induk seluruh umat manusia awalnya di akherat dahulu, lalu karena suatu hal ia diturunkan ke bumi.
Selanjutnya yang berbeda dari kasepuhan adat lainnya yaitu ada Sedekah Bumi, sedekah bumi adalah bentuk rasa syukur kepada sang pencipta. Sedekah bumi masih banyak dijumpai di pedesaan terutama yang kehdiupannya masih ditopang dari sektor pertanian. Upacara Sedekah Bumi merupakan bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas apa yang telah Tuhan berikan. Untuk masyarakat jawa terutama petani, Sedekah Bumi mempunyai arti yang sangat mendalam, karena mengajarkan manusia agar akur dengan alam semesta. Dalam prosesi Sedekah Bumi dimulai oleh ketua adat, seluruh warga berkumpul disuatu tempat, dan masing masing warga membawa makanan kemudian makanan yang dibawa tadi dinikmati bersama-sama. 
Sedekah Bumi di Kasepuhan Kampung Adat Urug terdapat proses penyembelihan hewan ternak ditempat khusus agar darah dan bulu dapat dimasukkan kedalam tanah yang telah digali oleh amilkasepuhan (orang yang bertangggung jawab dalam suatu kasepuhan) Urug Leubak. Setelah acara pemotongan hewan ternak, diadakan syukuran, dan ada acara memasak di luar rumah sesuai aturan adat. Setelah itu ada acara makan bersama di depan rumah adat kasepuhan. Makanan yang tersisa, kemudian dikubur oleh amilkasepuhan Urug Leubak, setelah dikubur lalu diurug. Upacara sedekah bumi hanya boleh dilaksanakan pada Hari Rabu.
Untuk mencapai keselarasan, manusia harus mengetahui apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang dalam kehidupan sehari-hari, maka ucapan dan tindakan harus seirama. Atas dasar itulah ada konsep untuk mencapai keselarasan tersebut, yaitu
Konsep Ngaji Diri
Ngaji diri (mawas diri) adalah suatu ajaran dasar pembinaan moral untuk mengoreksi diri. Ajaran tersebut bertujuan untuk menghilangkan sifat buruk yang ada dalam diri manusia seperti iri dan dengki. Jika sudah terbentuk pribadi yang baik, maka keselarasan, ketertiban, dan perdamaian akan terwujud.
Hal ini tercermin dalam ungkapan warga kasepuhan, “mipit kudu amit ngala kudu mènta, nganjuk kudu nawur nginjem kudu mulangkeun, leungit kudu daèk ngaganti, sontakna kudu daèk nambal (mengambil dan memetik harus izin, mempunyai hutang harus dibayar, meminjam harus dikembalikan, hilang harus mengganti, rusak harus memperbaiki)” atau dalam ungkapan “nganggo kudu suci, dahar kudu halal kalawan ucap kudu sabenerna, mupakat kudu sarèrèa, ngahulu ka hukum, nyanghunjar ka nagara (berpakaian harus bersih, makan harus halal, mufakat harus bersama-sama, patuh pada hukum dan berlindung pada negara)”. Di Kampung Adat Urug juga ada istilah yang dilontarkan oleh kikolot, yaitu “samèmèh nyiwit batur, nyiwit heula diri sorangan (sebelum mencubit orang lain, mencubit dulu diri sendiri)” artinya jika tidak ingin disakiti maka jangan menyakiti orang lain, jika ingin dihormati, maka dia harus menghormati orang lain terlebih dahulu. Menurut Abah Ukat, sebagai manusia harus paheuyeuk-heuyeuk leungeun pantai-antai tangan, (saling membantu). Manusia harus bisa nulung ka nu butuh, nalang ka nu susah, nyaangan ka nu poèkkeun, ngahudangkeun ka nu labuh, ngajait ka nu raheut (menolong kepada yang membutuhkan dan kesusahan, memberi penerangan kepada yang kegelapan, membangunkan yang terjatuh dan mengobati yang sedang terluka).
Di kampung Urug konsep ngaji diri diuraikan lagi menjadi beberapa larangan dan beberapa anjuran diantaranya;
Larangan ini ada di dalam ungkapan mipit kudu amit ngala kudu menta, artinya mengambil atau meminta sesuatu harus meminta izin terlebih dahulu kepada pemiliknya. Di kampung Urug juga ada kebiasaan jika melewati kebun seseorang tangan harus dikepalkan artinya jangan memetik tanpa meminta izin di kebun orang. Pada Masrakat Kampung Adat Urug, ungkapan Mipit kudu amit ngala kudu mènta tidak hanya berarti secara harfiah saja, yaitu larangan jangan mencuri. Dibalik arti itu terdapat makna yang dalam menganai rasa syukur mereka terhadap Yang Maha Kuasa.
Murah Bacot artinya senang menyapa dan ramah terhadap orang lain. Sedangkan murah congcot artinya baik hati suka memberi atau berbagi makanan. Congcot atau aseupan sendiri dalam bahasa indonesia artinya alat tradisional untuk menanak nasi berbentuk kerucut yang terbuat dari anyaman berbahan baku bambu, terkadang digunakan sebagai alat mengukus. Murah Bacot Murah Congcot memiliki makna sikap pribumi harus ramah kepada tamu. Murah Congcot berarti pribumi harus menyediakan makanan bagi tamu, sedangkan Murah Bacot adalah setelah menghidangkan makanan pribumi harus menawarkan kepada tamu.
Guru Ratu Wong Atua karo artinya wajib menghormati orang tua, guru, dan ratu (pemerintah) Kalimat Guru Ratu wong Atua karo ini bisa diartikan secara terpisah atau dalam satu kesatuan yaitu orang tua mempunyai fungsi sebagai guru harus bisa mendidik, karena orang tua itu pendidik pertama dan utama. Sementara jika diartikan secara terpisah, yaitu jika kita melawan kapada kedua orang tua, maka akan durhaka, melawan kepada guru, ilmu tidak akan bermanfaat, dan melawan kepada Ratu atau pemerintah yang baik artinya orang yang sedang mempunyai kekuasaan atau jabatan, maka akan mendapat kesusahan.
Hidup sederhana maksudnya jangan berlebihan dalam hal apapun, misalnya makan hanya sekedar menghilangkan lapar. Tujuannya untuk menghindari sifat rakus. Ketika manusia sudah memiliki sifat rakus, tamak dan serakah maka akan celaka, selalu merasa kurang, tidak mudah bersyukur. Disamping cukup hidup juga harus mandiri, hidup mandiri yang dicerminkan masyarakat Kampung Urug misalnya dalam hal pertanian. Mereka memiliki sawah yang luas (6.200 Ha) bahkan sampai masuk ke desa lain, tapi dari hasil panen itu sama sekali tidak dijual, panen satu tahun sekali cukup untuk persediaan sehari-hari. Air juga sangat melimpah, tidak kekeringan pada saat musim kemarau, karena mereka merawat alam, menjaga hutan larangan, yang dijadikan kayu bakar hanya batang pohon yang sudah kering atau mati. lauk pauk mereka sediakan sendiri, seperti telur, ayam, itik.
Setiap anggota tubuh memiliki hak masing-masing dan fungsinya masing-masing sehingga apabila anggota tubuh digunakan untuk hal tidak baik di Kampung Urug dikatakan pamali. Pamali sendiri banyak maknanya dalam hal ini makna pamali yaitu apabila melanggar pasti badan yang merasakan akibatnya ada pribahasa nafsu kasasarnya lampah badan anu katempuhan (bila kita terbawa nafsu, maka badan yang menanggung akibatnya). Seperti yang sudah dijelaskan di atas semua alat tubuh mempunyai hakekatnya maka harus dimanfaatkan sebaik-baiknya karena nantinya akan dimintai pertangung jawaban.
Upaya yang dilakukan sementara hanya berupa nasihat yang disampaikan secara berulang-berulang oleh ketua adat pada setiap acara upacara adat. Dalam menjaga adat istiadat juga harus Murah Bacot Murah Congcot. Biasanya, dalam setiap acara upacara adat kikolot meminta waktu paling sedikit empat jam untuk menceritakan sejarah Kampung Adat Urug dan amanat-amanat dari leluhurnya, ketika Abah Ukat sedang bercerita Abah Ukat menjadi pribadi lain yang tidak dikenali oleh warganya. Dalam menjaga kebertahanan adat istiadat ketua adat bekerjasama dengan Pemerintah, bantuan yang diberikan Pemerintah berupa uang dan sebagainya ynag dialokasikan untuk setiap kegiatan berbagai upacara adat.



DAFTAR PUSTAKA


Dewantara, Asep. 2013. Peran Elit Masyarakat: Studi Kebertahanan Adat Istiadat di Kampung Adat Urug Bogor. Jakarta. Vol. XIX No. 1. (http://journal.uinjkt.ac.id) diakses pada 25 April 2018.
Halimi. 2014. Kearifan Lokal Dalam Upaya Ketahanan Pangan di Kampung Adat Urug Bogor. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah; Jakarta. (http://repostory.uinjkt.ac.id) diakses pada 25 April 2018.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar